Tak Berkategori

Karakteristik Klien

BAB. I. MEMAHAMI KLIEN

Setiap individu yang diberi bantuan professional oleh seorang Konselor atas puritan sendiri atau orang lain dapat disebut sebagai klien. Ada klien yang datang kepada Konselor dengan keinginan dirinya sendiri karena adanya kesadaran dalan dirinya. Dan ada klien yang datang kepada konselor atas keinginan orang lain karena kurangnya kesadaran dalam dirinya bahwa dia membutuh bantuan konselor. Klien yang sadar dalm proses konseling memiliki harapan untuk tumbuh, berkembang, produktif, kreatif dan mandiri. Harapan , kebutuhan, dan latar belakang klien akan menentukan keberhasilan proses konseling.

Shertzer and Stone (1987) mengemukakan bahwa keberhasilan dan kegagalan proses konseling ditentukan oleh tiga hal yaitu : (1) kepribadian klien; (2) harapan klien dan; (3) pengalaman atau pendidikan klien.

A. Kepribadian Klien

Kepribadian klien ikut berperan menentukan keberhasilan proses konseling, aspek kepribadian meliputi emosi, sikap, intelektual, motivasi dll. Kecemasan klien akan tampak dihadapan konselor, oleh sebab itu konselor yang efektif akan mengeksplorasi perasaan-perasaan tersebut dan adanya keterbukaan. Keterbukaan secara verbal atau nonverbal akan mengurangi kecemasan yang terjadi. Ketengan jiwa klien akan menjernihkan pola pikirnya dalam keadaan ini konselor akan menemukan intelektual klien dan akan mudah membuat suatu keputusan. Sebagaimana konselor klien juga dilatarbelakangi oleh sikap, nilai-nilai, pengalaman, perasaan, budaya, sosial, ekonomi, yang ikut membentuk kepribadiannya. Ada klien yang introvert dan ekstrovert semua harus dapat dipahami oleh konselor kepribadian membimbing dan wawasan yang luas adalah hal mutlak yang harus dimiliki.

B. Harapan Klien

Harapan mengandung makna adanya kebutuhan yang ingin dipenuhi harapan mempengaruhi proses konseling dan persepsi klien terhadap konselor. Umumnya harapan klien terhadap konseling adalah mendapat informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban dari persoalan yang dihadapi, dan mencari upaya agar dirinya lebih baik dan berkembang.

Shertzer and Stone (1980) mengemukakan secara umum bahwa harapan klien adalah proses konseling dapat menghasilkan pemecahan / solusi persoalan pribadinya seperti menghilangkan kecemasan, menentukan pilihan, menjadi lebih baik, kesulitan atau kegagalan belajar dll. Sering terjadi harapan klien terlalu tinggi terhadap proses konseling sehingga menimbulkan diskrepansi atau ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan dalam proses konseling. Kekecewaan ini menyebabkan klien putus hubungan dengan konselor.

Perlu diketahui harapan klien datang dari dalam dirinya atau dari luar dirinya (intervensi/desakan oranglain). Tentu perlu keterbukaan dan keterlibatan klien dalam proses konseling sehingga terjadi diskusi yang mendalam mengenai harapan dan cita-cita klien. Sehingga klien dapat menjawab sendiri apakah harapannya itu logis, realistis dan dapat dicapai.

C. Pengalaman dan Pendidikan Klien

Dengan pengalaman dan pendidikan yang memadai klien akan lebih mudah memahami dirinya persoalan akan lebih jelas dan terarah. Aspek pengalaman meliputi pengalaman hidup dimasyarakat dan pengalaman dalam proses konseling. Klien dengan pengalaman yang luas akan mempermudah klien untuk mengarahkan pada keputusan yang akan diambil.

Klien yang berpendidikan lebih tinggi akan mempermudah konselor untuk berkomunikasi dengan klien. Konselor harus dapat menempatkan diri dan melakukan penyeusaian terhadap klien yang memiliki pengalaman dan latar belakang pendidikan yang berbeda.

BAB. II. ANEKA RAGAM KLIEN

A. Klien Suka Rela

Klien suka rela datang kepada konselor atas keinginan sendiri untuk memperoleh informasi atau mencari pemecahan masalah. Secara umum dapat dikenali ciri-ciri klien suka rela sebagai berikut :

  1. Hadir atas kehendak sendiri
  2. Segera dapat menyesuaikan diri dengan konselor
  3. Mudah terbuka, seperti segera mengatakan persoalan
  4. Sungguh-sungguh mengikuti proses konseling
  5. Berusaha meengemukakan sesuatu dengan jelas
  6. Sikap bersahabat mengarapkan bantuan
  7. bersedia mengungkap rahasia walaupun menyakitkan

konselor harus dapat mempelajari kliennya dan tidak dibenarkan untuk berbicara terus menerus dan mendominasi topik pembicaraan berakibat klien suka rela kecewa dan drop out.

B. Klien Terpaksa

Klien yang datang kepada konselor bukan karena keinginannya sendiri tapi atas dorongan orang lain. Klien terpaksa memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Besifat tertutup

2. Enggan berbicara

3. Curiga terhadap konselor

4. Kurang bersahabat

5. menolak secara halus bantuan konselor

strategi yang digunakan untuk menghadapi klien terpaksa adalah mencoba menjelaskan dengan bijak apa yang dimaksud dengan proses konseling yang akan dilakukan.

C. Klien Enggan

Salah satu bentuk klien enggan adalah klien yang banyak berbicara, pada prinsipnya enggan untuk dibantu. Hanya senang berbicara dengan konselor tanpa penyelesaian masalah, atau klien yang diam saja. Upaya yang dilakukan untuk menghadapi klien semacam ini adalah :

  1. Menyadarkan akan kekeliruannya
  2. memberi kesempatan agar dia dibimbing orang lain atau mencari lawan bicara yang lain.

D. Klien Bermusuhan / Menentang

Klien terpaksa dan bermasalah dapat menjadi klien yang menentang sifat-sifatnya adalah : (1) Tertutup; (2) Menentang; (3) Bermusuhan; (4) Menolak secara terbuka. Klien terpaksa harus diperlakukan ramah, perlakukan sebaik mungkin tapi tegas dan negosiasi.

Cara-cara efektif menghadapi klien semacam ini adalah :

  1. Ramah, bersahabat, dan empati
  2. Toleransi terhadap perilaku klien yang nampak
  3. Tingkatkan kesabaran menanti saat yang tepat untuk berbicara sesuai bahasa tubuh klien
  4. Memahami keinginan klien yaitu tidak sudi dibimbing
  5. Membuat bentuk negosiasi, kontrak waktu dan penjelasan tentang konseling.

E. Klien Krisis

Apabila seseorang menghadapi musibah, seperti kehilangan orang yang dicintai, diperkosa dll, yang dihadapkan pada konselor untuk diberi bantuan agar jiwanya stabil dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. Beberapa gejala klien krisis :

1. Tertutup, atau menutup diri dengan dunia luar

2. Amat emosional, tidak berdaya, bahkan histeri

3. Kurang mampu berpikir rasional

4. tidak mampu mengurus diri dan keluarga

5. membutuhkan orang yang amat dipercayai

Lindeman (1944) melukiskan karakteristik individu yang mengalami duka cita yang mendalam sebagai berikut :

1. Keadaan fisik yang menderita, sesak, tidak bisa tidur, kehilangan nafsu makan, pencernaan terganggu, lemah, sesak nafas.

2. Perasaan hampa, tegang, kelelahan (exhaustion), hilang rasa kehangatan dan menjauh dari orang banyak

3. Kadang-kadang keasyikan dengan khayal kematian

4. Kadang-kadang timbul perasaan bersalah terhadap kejadian atau kegagalan yang dialami, atau menyalahkan diri secara berlebihan.

5. Berubah pola kegiatan, gelisah, tanpa arah, mencari aktivitas tapi tanpa motivasi untuk meneruskannya.

Tujuan utama membantu klien yang mengalami kesedihan mendalam (grief) adalah :

1. Agar klien menerima kesedihannya secara wajar

2. Agar klien dapat mengekspresikan (mengungkapkan dengan bebas) segala rasa kesedihan

3. Menghilangkan ingatan terhadap almarhum

4. Membentuk lagi lingkungan yang baru aga dapat melupakan almarhum

5. Membentuk relasi (kawan/sahabat) yang baru

Menurut Brammer (1979) ada tiga langkah penting untuk membantu klien krisis :

1. Tentukan lebih dahulu konsdisi krisis itu, seberapa parah keadaan itu. Konselor menentukan tipe bantuan yang amat dibutuhkan klien saat itu berdasarkan penilaian awal tentang kondisi krisis klien

2. Tentukan sumber-sumber yang dapat membantu klien secepatnya, misalnya saudara, teman, kelompok dan bantuan apa yang dapat mereka berikan untuk klien.

3. Bantuan dalam bentuk pertolongan langsung, konselor memberi peluang agar kepada klien bisa menyalurkan perasaannya seperti rasa takut, rasa bersalah dan amarah. Konselor dapat memberikan bantuan psikologis dengan penyaluran dan penyadaran akan emosional

4. kemudian membawa klien ke alam nyata, kepada kondisi dan relasi yang baru


BAB. III. KESIMPULAN

Memahami klien menjadi sebuah petualangan maya bagi seorang konselor. Dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, budaya, sosial, ekonomi, dan nilai-nilai yang beragam. Konselor harus banyak berlatih dan menambah wawasan sebagai kompetensi dasar seorang konselor. Konselor harus dapat memerankan emosi pada kondisi yang tepat dan beradaptasi dengan cepat terhadap klien. Keterbukaan, kejujuran, empati, kehangatan, ramah, dan penerimaan terhadap klien merupakan aspek yang mutlak harus dimiliki oleh seorang konselor.

Daftar Pustaka

S. Willis, Sofyan, 2004, “Konseling Individual Konseling dan Praktek”,

Bandung, Alfabeta. CV

3 thoughts on “Karakteristik Klien

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *